Nama : Yuni
Rido Asih
Kelas : 2EB25
NPM : 29213594
KASUS : MAFIA HUKUM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini penting bagi kita untuk
mengetahui lebih mendalam tentang penegakan hukum di suata negara, terutama yang
berkaitan dengan keadaan dan situasi penegakan hukum di negara kita yaitu
negara Indonesia.
Terciptanya suatu masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita setiap
negara. Keadilan dan kemakmuran bukanlah dua hal yang mudah untuk diwujudkan.
Untuk mewujudkannya dibutuhkan kesadaran dari setiap warga negaranya sendiri
untuk berkomitmen dan menumbuhkan cinta tanah
air.
Hal ini penting bagi kita karena erat hubungannya dengan apa yang kita
saksikan dalam realita kehidupan masyarakat saat ini. Terkadang masih
banyak orang yang salah mengartikan
dan belum banyak mengerti tentang keadaan sistem hukum di Indonesia itu sendiri, sehingga kita sebagai masyarakat kadang pasrah saja
menerima hukuman dari kesalahan. terkadang
hal tersebut dialami suatu perusahaan karena lemahnya pengetahuan sebagian
masyarakat akan pengetahuan tentang proses hukum dan sanksi-sanksi yang
diberikan kepada para pelaku yang berlaku di negara Indonesia. Dalam Ekonomi Indonesia dalam Prespektif Hukum dan Realitas akan membahas
tentang kasus “ Mafia Hukum di Indonesia”.
PEMBAHASAN
A.
Eksistensi Mafia Hukum di
Indonesia
Dibukanya rekaman pembicaraan hasil sadapan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dari telepon milik pengusaha Anggodo Widjoyo dalam
siding di Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan November 2009 yang lalu seakan
membuka mata dan telinga seluruh masyarakat Indonesia mengenai keberadaan mafia
di sIstem masyarakat Indonesia. Dari rekaman berdurasi 4,5 jam itu terungkap
adanya konspirasi antara pejabat di Kepolisian, Kejaksaan, pengacara serta
sejumlah orang di lingkaran dunia hukum dengan Anggodo untuk menjebak pimpinan KPK
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Walaupun belum terbukti kebenarannya,
rekaman pembicaraan itu seakan membeberkan dengan jelas bagaimana permainan
para aparat hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, dan pengacara dalam merekayasa
atau mengarahkan suatu perkara mulai dari membuat keterangan palsu di BAP
sampai menyuap para penyidik di Kepolisian.
Terungkapnya rekayasa peradilan ini, juga menyadarkan
semua pihak bahwa kebobrokan sistem hukum yang selama ini seakan hanya
bayangan, ternyata benar-benar ada dan terbukti di depan mata.
a.
Pengertian
dan peristilahan
Apabila dilihat aspek bahasa, mafia hukum terdiri akar
kata mafia dan hukum. Mafia berasal dari bahasa Sisiliakuno, Mafiusu, yang
diduga mengambil kata Arab “mahyusu” yang artinya tempat perlindungan atau
pertapaan. Dari beberapa sumber ada dua bentuk pengertian dari
mafia hukum ini, yaitu penyebutan mafia hukum dan mafia peradilan.
1)
Mafia Hukum
disini lebih dimaksudkan pada proses
pembentukan Undang-Undang oleh Pembuat undang-undang yang dengan nuansa politis
sempit yang lebih berorientasi pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu.
Bahwa sekalipun dalam politik hukum di Indonesia nuansa politis dalam pembuatan
UU dapat saja dibenarkan sebagai suatu ajaran keputusan politik yang menyangkut
kebijakan politik, namun nuansa politis di sini tidak mengacu pada kepentingan
sesaat yang sempit akan tetapi “politik hukum” yang bertujuan mengakomodir pada
kepentingan kehidupan masyarakat luas dan berjangka panjang.
2)
Mafia
Peradilan
di sini dimaksudkan pada hukum dalam
praktik yang ada di tangan para Penegak Hukum dimana secara implisit “hukum dan
keadilan” telah berubah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Bentuk-bentuk mafia peradilan,
misalnya makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, mengancam pihal-pihak lain,
pungutan-pungutan yang tidak semestinya, dan sebagainya. Mafia Peradilan tidak
bisa dibuktikan keberadaanya. Jika bisa dibuktikan berarti bukan “mafia” namun
kejahatan biasa.
Menurut
Ensiklopedi Nasional Indonesia, mafia adalah suatu organisasi kriminal yang
hampir menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Istilah mafia merujuk pada
kelompok rahasia tertentu yang melakukan tindak kejahatan terorganisasi
sehingga kegiatan mereka sangat sulit dilacak secara hukum. Ada pengertian lain
dari mafia hukum ini. Istilah mafia disini menunjuk pada adanya “suasana” yang
sedemikian rupa sehingga perilaku, pelayanan, kebijaksanaan maupun keputusan
tertentu akan terlihat secara kasat mata sebagai suatu yang berjalan sesuai
dengan hukum padahal sebetulnya “tidak”. Dengan kata lain mafia peradilan ini
tidak akan terlihat karena mereka bisa berlindung dibalik penegakan dan
pelayanan hukum. Masyarakat menjadi sulit untuk mengenali mana penegak hukum
yang jujur dan tidak terpengaruh oleh mafia dengan para penegak hukum yang
sudah terkontaminasi.
B.
Eksistensi
Mafia Hukum di Lembaga Peradilan
Mafia Peradilan dalam perkara pidana mencakup semua proses pidana sejak pemeriksaan di kepolisian, penututan di kejaksaan, pemeriksaan di semua tingkat peradilan, sejak pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Misalnya perihal Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) di tingkat kepolisian maupun kejaksaan. SP3 ini tidak mungkin bias diterbitkan secara gratis, pasti ada harganya. Harganya bisa dalam rupiah maupun keuntungan politis tertentu. Hak penyidik, penuntut umum atau hakim untuk menahan atau tidak menahan seseorang tersangka atau terdakwa adalah wilayah paling rawan terjadinya transaksi yang sifatnya moniter. Hukum acara yang mendasari wewenang untuk menahan memang lemah. Hanya atas dasar kekhawatiran maka para penegak hukum ini dengan mudah dapat melakukan penahanan terhadap tersangka.
C.
Modus
Operandi Beberapa Kasus Mafia Hukum
a. Modus Operandi Mafia Kasus
Rekaman yang diputar di Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah bukti bahwa ternyata mafia itu ada. Makelar itu punya akses VIP ke orang-orang VVIP di puncak-puncak badan penegak hukum. Mafia itu kuatdan bisa bahkan menjebloskan orang, memerangkap orang, dan mengatur berbagai kesaksian agar bisa dipercepat dan dieksekusi badan penwgak hukum. Rekaman selama beberapa jam itu membeberkan misteri yang selama ini hanya diketahui sepotong-sepotong dan tidak ada bukti yang jelas. Jika diungkapkan ke publik pun akan dikenai pasal pencemaran nama baik. Mereka adalah korps tidak terlihat, tangan-tangan yang mengatur semua perkara apa yang bisa diselesaikan sesuai permintaan.
Busyro Muqoddas
Menurut Busyro Muqoddas, ada empat modus
operandi mafia peradilan di Indonesia,yaitu :
1.
Penundaan pembacaan putusan oleh
majelis hakim. “Kalau ditanyakan ke panitera, akan dapat sinyal bahwa hakim
minta sesuatu”.
2.
Manipulasi fakta hukum. “Hakim
sengaja tidak memberi penilaian terhadap suatu fakta atau sutu bukti tertentu
sehingga putusannya ringan atau bebas”.
3.
Manipulasi penerapan peraturan
perundang- undangan yang tidak sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di
persidangan. Majelis hakim, mencariperaturan hukum sendiri sehingga
fakkta-fakta hukum ditafsirkan berbeda.
4.
Pencaria peraturan perundang-undangan
oleh majelis hakim agar dakwaan jaksa beralih ke pihak lain. Terutama pada
kasus korupsi. “Dibuat agar terdakwamelakukan hal tersebut atas perintah atasan
sehingga terdakwa dibebaskan”.
Selain itu, terdapat bentuk-bentuk dan modus operansi dari mafia hukum mulai dari kepolisian hingga di Lembaga pemasyarakatan.
Selain itu, terdapat bentuk-bentuk dan modus operansi dari mafia hukum mulai dari kepolisian hingga di Lembaga pemasyarakatan.
D.
Faktor Ketidakadilan dan
Munculnya Mafia
Ada beberapa
Faktor Munculnya Mafia di Indonesia,yaitu :
1.
Tingkat
Kekayaan Seseorang
2.
Tingkat
Jabatan Seseorang
3.
Nepotisme
4.
Tekanan Internasional
PENUTUP
Sudah saatnya kita merasakan keadilan yang seutuhnya.
Pemberantasan para mafia hukum harus direalisasikan demi tegaknya hukum dan
keadilan di negara Indonesia. Melihat penyebab ketidak adilan
penegakan hukum di Indonesia, maka prioritas perbaikan harus dilakukan pada
aparat, baik polisi, jaksa, hakim, maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam
wilayah peradilan yang bersangkutan. Tanpa perbaikan kinerja dan moral aparat,
maka segala bentuk kolusi, korupsi, dan nepotisme akan terus berpengaruh dalam
proses penegakan hukum di Indonesia.
Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus
menerus diperbaiki. Kasus tidak adanya perundangan yang dapat menjerat para
terdakwa kasus korupsi, diharapkan tidak akan muncul lagi dengan adanya
undang-undang yang lebih tegas. Selain mengharapkan peran DPR sebagai lembaga
legistatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundangundang
yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman,
diharapkan pula peran dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa,
maupun lembaga swadaya masyarakat. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam
penegakan hukum secara konsisten.
Referensi :
-
Ensiklopedi Nasional Indonesia (Jilid I), Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka 1990
Tidak ada komentar:
Posting Komentar